Sertifikat Halal MUI dan Sertifikat Halal BPJPH: Perbedaan, Proses, dan Pentingnya bagi Pelaku Usaha
Sertifikasi halal adalah salah satu aspek penting dalam industri makanan, minuman, kosmetik, dan produk lainnya di Indonesia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, kehalalan suatu produk menjadi faktor utama dalam keputusan pembelian konsumen. Sebelumnya, sertifikasi halal di Indonesia dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi sejak berlakunya Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) No. 33 Tahun 2014, kewenangan tersebut beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Lalu, apa perbedaan antara Sertifikat Halal MUI dan Sertifikat Halal BPJPH? Artikel ini akan membahas secara rinci mengenai kedua sertifikasi tersebut, proses pengajuannya, serta manfaatnya bagi pelaku usaha.
Perbedaan Sertifikat Halal MUI dan Sertifikat Halal BPJPH
Sebelum adanya BPJPH, sertifikasi halal di Indonesia sepenuhnya dikeluarkan oleh MUI melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Namun, sejak 17 Oktober 2019, tugas dan wewenang sertifikasi halal diambil alih oleh BPJPH di bawah Kementerian Agama RI.
Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara Sertifikat Halal MUI dan Sertifikat Halal BPJPH:
1. Lembaga yang Berwenang
– Sertifikat Halal MUI: Dikeluarkan oleh LPPOM MUI sebelum tahun 2019.
– Sertifikat Halal BPJPH: Saat ini dikeluarkan oleh BPJPH dengan fatwa halal tetap diberikan oleh MUI.
2. Dasar Hukum
– Sertifikat Halal MUI: Berdasarkan fatwa MUI dan regulasi internal MUI.
– Sertifikat Halal BPJPH: Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
3. Proses Sertifikasi
– Sertifikat Halal MUI: Pelaku usaha langsung mengajukan permohonan ke LPPOM MUI dan mengikuti prosedur pemeriksaan serta audit halal.
– Sertifikat Halal BPJPH: Pelaku usaha mengajukan permohonan ke BPJPH, kemudian produk akan diperiksa oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dan hasil pemeriksaan akan dikaji oleh MUI untuk menetapkan fatwa halal.
4. Biaya Sertifikasi
– Sertifikat Halal MUI: Biaya bervariasi tergantung pada jenis usaha dan jumlah produk yang diajukan.
– Sertifikat Halal BPJPH: Biaya ditetapkan oleh pemerintah dengan skema yang lebih transparan dan terbuka.
5. Masa Berlaku
– Sertifikat Halal MUI: Berlaku selama 2 tahun dan harus diperpanjang setelah masa berlaku habis.
– Sertifikat Halal BPJPH: Berlaku selama 4 tahun dan dapat diperpanjang jika masih memenuhi syarat kehalalan.
Proses Pengajuan Sertifikat Halal BPJPH
Sejak diberlakukannya sistem sertifikasi halal oleh BPJPH, pelaku usaha harus mengikuti prosedur berikut untuk mendapatkan sertifikasi halal:
1. Pengajuan Permohonan
– Pelaku usaha mendaftar melalui sistem elektronik BPJPH dan mengisi formulir permohonan sertifikasi halal.
2. Pemeriksaan Dokumen
– BPJPH memeriksa kelengkapan dokumen, termasuk bahan baku, proses produksi, dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang diterapkan di perusahaan.
3. Pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH)
– BPJPH akan menunjuk LPH yang berwenang untuk melakukan audit di lokasi produksi.
– LPH akan memeriksa bahan, fasilitas produksi, hingga proses produksi.
4. Penetapan Fatwa Halal oleh MUI
– Setelah LPH menyelesaikan pemeriksaan, hasilnya diserahkan kepada MUI untuk ditetapkan fatwa halal.
– Jika produk memenuhi standar halal, MUI akan mengeluarkan keputusan halal.
5. Penerbitan Sertifikat Halal
– BPJPH menerbitkan sertifikat halal setelah fatwa halal MUI disetujui.
– Sertifikat ini berlaku selama 4 tahun dan dapat diperpanjang.
Manfaat Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha
Memiliki sertifikat halal memberikan berbagai keuntungan bagi pelaku usaha, antara lain:
1. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
– Dengan adanya sertifikat halal, konsumen Muslim lebih yakin untuk mengonsumsi produk tersebut.
2. Memperluas Pasar
– Produk bersertifikat halal memiliki daya saing lebih tinggi dan dapat menembus pasar domestik serta internasional, terutama negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim.
3. Mendukung Kepatuhan terhadap Regulasi
– Dengan adanya kebijakan wajib halal di Indonesia, memiliki sertifikat halal menjadi suatu keharusan bagi pelaku usaha makanan, minuman, obat, dan kosmetik.
4. Meningkatkan Kredibilitas Perusahaan
– Perusahaan yang memiliki sertifikasi halal dianggap lebih profesional dan bertanggung jawab dalam menjalankan bisnisnya.
5. Mendukung Sertifikasi Halal Global
– Produk dengan sertifikat halal dari BPJPH lebih mudah diakui di pasar internasional yang memiliki standar halal serupa.
Tantangan dalam Proses Sertifikasi Halal
Meskipun sertifikasi halal memiliki banyak manfaat, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam proses sertifikasi ini, antara lain:
1. Proses yang Memakan Waktu
– Proses pemeriksaan dan audit dapat memakan waktu cukup lama, terutama bagi usaha kecil yang belum memiliki sistem dokumentasi yang lengkap.
2. Biaya Sertifikasi
– Meskipun ada program sertifikasi halal gratis bagi UMKM, banyak pelaku usaha masih menganggap biaya sertifikasi sebagai beban tambahan.
3. Kurangnya Pemahaman tentang Proses Halal
– Banyak pelaku usaha yang masih belum memahami persyaratan dan prosedur sertifikasi halal, sehingga memerlukan edukasi lebih lanjut.
4. Kesiapan Infrastruktur Produksi
– Beberapa usaha harus melakukan perubahan dalam fasilitas produksi agar sesuai dengan standar halal, yang dapat membutuhkan investasi tambahan.
Kesimpulan
Dengan meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kehalalan suatu produk, sertifikasi halal menjadi kebutuhan yang tidak bisa diabaikan oleh pelaku usaha. Proses sertifikasi halal BPJPH yang lebih terstruktur dan transparan membantu memastikan bahwa produk yang beredar di pasar benar-benar memenuhi standar kehalalan. Pelaku usaha diharapkan segera mengambil langkah untuk mendapatkan sertifikasi halal agar bisnis mereka tetap kompetitif dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.